Sabtu, 22 Juni 2013

Tak ada gunanya mencerca

Tak ada gunanya mencerca J

Anda tahu Kangen band?? Apa yang anda fikirkan  kalau mendengar  nama Kangen band? Rambutnya Norak, aneh , kampungan , suaranya cempreng, lagunya menye-menye, tampangnya gk ada bagus bagusnya, sok playboy,  namanya aja juga “kangen”!?

Pasti hampir semua orang di Indonesia bila bercerita tentang  kangen band hanya cercaan saja yang mereka sebutkan. Tapi apa yang terjadi pada kangen band? Tetap saja mereka Populer, Tetap saja dia dicari, tetap saja mereka terus berkarya, Tetap saja dia punya penghasilan yang bagus :D. Lantas apa yang didapat orang orang yang mencerca mereka? Tidak Adakan!? Malahan mereka sakit kepala sendiri memikirkan ejekan cercaan buat kangen band. Sebenarnya saya sendiri tidak tahu kenapa masyarakat  membenci grup band yang satu ini , kalau di dengar dengar lagunya cukup bagus dan dapat menghibur , suaranya juga gk jelek jelek amat, kalau sandingakan dengan lagunya saya rasa suara dan lagunya juga cocok. Jadi apa alasan masyarakat membenci grup band yang satu ini ? ada yang bilang karna mereka kampungan, kalo begitu lantas orang kampung tidak pantas untuk berkarya tidak pantas untuk sukses? Ada yang bilang karna mereka terkenal dari vcd bajakan gk modal banget!! Kalo begitu justien bieber juga gk modal banget promosi keahliannya melalui situs youtube, ada juga yang bilang karna rambutnya,  kalo masalah penampilan orang gk usah di komentari donk!!

Sebenarnya memang sudah sifatnya orang Indonesia yang selalu mencerca  orang yang punya cita cita  yang tinggi sedang berusaha untuk sukses. Sebelum berusaha saja orang orang langsung mencerca dengan berbagai komentar mereka. Apalagi ketika mereka melihat orang yang dulu mereka cerca kini berhasil, bukannya salut bangga ataupun sadar, malah makin giat untuk mencerca. Apa ini karna orang Indonesia terlalu sering melihat sinetron sinetron di Indonesia sebut saja karakternya H. Muhudin yang selalu mencerca H.Sulam yang dulunya tukang bubur keliling yang tiba tiba lebih sukses dari dia. Atau karekter H.Muhiddin yang memang mengadopsi sifatnya orang orang di Indonesia :D.

buat kamu yang sekarang sedang berusaha tak usah hiraukan orang yang mencercamu, teruslah berusaha teruslah berjuang, gagal coba lagi!! SO!! Whatever we say , whatever we do, people will always find something to say!!  Piss  

Jumat, 03 Mei 2013

Asas - asas dalam menentukan kewarganegaraan








         Pada asasnya ada tiga kriteria umum untuk menentukan kewarganegaraan didalam suatu negara, yaitu berdasarkan kriteria kelahiran perkawinan dan Pewarganegaraan (naturalisasi). Hal inilah yang menjadi asas kewarganegaraan. Dalam Praktik, Mungkin salah satu dari syarat tersebut digunakan atau dengan kombinasi dari keduanya
 (1). kewarganegaraan berdasarkan kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran di kenal dengan dua asas yaitu asas Ius Sanguinis dan asas Ius soli :
      a. Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia .Asas  Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China.  Asas  ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain
1. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme;
4. Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
2. Asas Ius Soli
Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas  yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada. Tidak semua  daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip  ius sanguinis, prinsip  ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan  juga Indonesia.

(2). Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Penentuan kewarganegaraan dalam  sistem perkawinan, dikenal dengan dua  asas, yaitu  asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
a. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suamiistri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama
b. Asas Persamaan Derajat
Dalam asas  persamaan derajat,  suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri.

(3). Sistem kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi
      Naturalisasi adalah suatu cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan suatu negara. Sedangakan jika dipandang dari segi hukum naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum (rechtsthandeling) yang menyebabkan seseorang memperoleh kewarganegaraan.
Dalam praktek, Naturalisasi  dapat terjadi karena dua hal yaitu : pertama karena permohonan ,kedua karena pemberian secara istimewa
a.      Naturalisasi permohonan (biasa)
 Naturalisasi melalui permohonan adalah naturalisasi biasa yaitu permohonan kewarganegaran Indonesia oleh orang asing yang dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur permohonan tersebut diatu didalam peraturan perundang-undangan yang sah.
b.      Naturalisasi Istimewa
Naturaisasi istimewa adalah pemberian kewarganegaraan Indonesia yang diberikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan alasan kepentingan negara tau yang bersangkutan telah berjasa terhadap negara

(4). Masalah Kewarganegaraan
Dalam penentuan status kewarganegaan warganegaranya setiap negara mempunyai peraturan yang berbeda beda, sehingga perbedaan tersebut menimbulkan masalah kewarganegaraan. Permasalahan kewarganegaraan yang timbul tersebut apabila adanya seorang menjadi memiliki dua kewarganegaraan (Bipatride) dan tanpa kewarganegaraa (Apatride) akibat penentuan kewarganegaraan yang ditentukan oleh peraturan yang beda pada setiap negara.
a.  Dwi kewarganegaraan (Bipatride)
Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut azas ius sanguinis lahir di negara lain yang menganut azas ius soli, maka kedua negara tersebut menganggap anak tersebut adalah warga negaranya.
b. Tanpa Kewarganegaraan (apatride)
            Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut azas kelahiran ius soli lahir di negara yang menganut azas ius sanguinis

sumber: Skripsi kewarganegaraan republik indonesia dan kehilangan kewarganegaraan republik indonesia berdasarkan undang-undang No.12 Tahun 2006 oleh Mirza Firmansyah.


Sabtu, 02 Maret 2013


Belajar asas asas perundang undangan (bagian 1)

Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berati dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Padanan kata asas adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat dan bertindak.
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama.
Maka ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal, diantaranya:
1. Asas lex superior derogat legi inferior
2. Asas lex specialis derogat legi generalis
3. Asas lex posterior derogat legi priori
4. Asas undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif)

maka dalam bagian ini penulis ingin menjelaskan tentang azas yang pertama yang dikenal juga dengan azas hirarki

Asas lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah (asas hierarki), Dalam kerangka berfikir mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita menganai Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Teori Aquo semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan
sekarang ini hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12 Tahun 2011 adalah; ” Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.